Selasa, 13 November 2012

UMBI-UMBIAN



UMBI-UMBIAN SEBAGAI PENGGANTI BERAS
Pertambahan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya lahan sawah merupakan faktor utama yang menyebabkan negara kita masih mengimpor beras sampai saat ini. Diperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2020 akan mencapai 270 juta jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk ini, relatif sulit dibatasi meskipun sudah ada program Keluarga Berencana, karena sudah fitrah makhluk hidup untuk tumbuh, berkembang dan berketurunan.
Sebagai antisipasi berkurangnya lahan sawah, maka alternatif yang dapat dilakukan adalah mengenalkan dan meningkatkan produktifitas tanaman penghasil karbohidrat sebagai sumber pangan utama non-beras, seperti ubi-ubian ( ubi minor), karena pada masyarakat kita masih melekat stigma “ kalau belum makan nasi berarti belum makan”. Untuk mengurangi ketergantungan akan beras perlu dilakukan gerakan penganekaragaman pangan yang merupakan upaya untuk mewujudkan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Agar percepatan penganekaragaman konsumsi pangan dapat berjalan dengan baik, diperlukan suatu gerakan dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, yang dapat mendorong terwujudnya penyediaan aneka ragam pangan dan peningkatan konsumsi pangan yang berbasis pada potensi sumber daya lokal.
          Untuk mencapai gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009, tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
Dengan demikian , penganekaragaman konsumsi pangan merupakan fondasi dari keberlanjutan ketahanan pangan dan memiliki dimensi pembangunan yang sangat luas, baik dari aspek sosial, ekonomi, politik maupun kelestarian lingkungan.
Jenis ubi minor di Indonesia cukup banyak dan memiliki kandungan karbohidrat/pati yang cukup tinggi sebagai sumber energi. Secara umum, ubi minor sangat potensial sebagai pengganti beras dan terigu. Ubi minor yang ada di Indonesia diantaranya :

 Talas ( Colocasia esculenta (L) Schott)
Kandungan
Kegunaan
-    Karbohidrat tinggi, terdiri dari 17-28% amilosa, 72-83% amilopektin
-    Protein dan vit. A, C, B1
-    Lemak
-    Kalsium
-    Phosphor
-    Besi
-     Umbi talas dan helaian daun dapat dimakan apabila dimasak lebih dahulu
-     Bubur talas dapat melancarkan pencernaan sehingga dapat dikonsumsi bayi dengan tingkat alergi yang rendah

 Gembili ( Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill)

Kandungan
Kegunaan
-    Pati, lemak, protein
-    Inulin adalah salah satu karbohidrat yang berfungsi sebagai prebiotik
-    Dari hasil penelitian gembili mengandung fitokimia seperti saponin, b-sistosterol, stigmasterol, glikosida dan diosgenin

-     Umbi setelah dimasak atau dipanggang rasanya manis dan enak
-     Ekstrak gembili dapat digunakan untuk penderita penyakit pencernaan
-     Parutan kasar umbi dapat untuk kompres pembengkakan di kerongkongan
-     Dapat menjadi sumber untuk penemuan agen anti inflamasi
 
Ganyong ( Canna edulis)

Kandungan
Kegunaan
-    Setiap 100 gr ganyong mengandung gizi :
-    Karbohidrat : 22,6 gr
-    Protein : 1,0 gr
-    Lemak : 0,1 gr
-    Vit. B : 0,1 gr
-    Vit. C : 10 gr dan lainnya
-     Rimpang ganyong ternyata bukan hanya untuk makanan selingan, tetapi bisa menjadi tepung pengganti tepung terigu
-     Bahan pembuatan bioethanol

Garut ( Maranta arundinacea L.)

Kandungan
Kegunaan
-    Amilum (dalam dunia farmasi sering digunakan sebagai bahan lubrikasi) yang dihasilkan memiliki kualitas bagus  
-     Umbinya dapat digunakan sebagai bahan kosmetika, lem dan minuman beralkohol
-     Perasan umbi dapat digunakan sebagai penawar racun serangga

 Kentang hitam ( Solenostemon rotundifolius)

Kandungan
Kegunaan
-    Umbi kentang hitam mengandung karbohidrat terutama pati 20%
-    Protein 2%
-    Air, lemak, kalsium, phosphor, besi, thiamin dan vit. C  
-     Antioksidan da anti proliferasi ( anti perbanyakan sel kanker)


  Suweg ( Amorphophallus campanulatus )

Kandungan
Kegunaan
-    Karbohidrat 80-85%
-    Serat pangan 13,71%
-    Protein 7,20%
-    Lemak 0,28%
-    Vit. A dan B
-    Kalsium 62 mg
-    Besi 4,2 gr
-    Thiamin 0,07 mg
-    Asam askorbat 5 mg
-     Anti bakteri, jamur dan sitotoksik
-     Dapat menekan peningkatan kadar gula darah akibat indeks glisemiknya rendah
-     Mengobati luka gigitan hewan berbisa
-     Pembuatan kosmetik

Senin, 22 Oktober 2012

Tebu Transgenik



TEBU TRANSGENIK, Produksi Gula pun Makin Manis
Gambar Tebu transgenik

Swasembada gula kini menjadi salah satu target pemerintah hingga 2014. Salah satu upaya mencapai target tersebut adalah penambahan areal tanam tebu. Namun untuk mendapatkan tambahan juga tidak mudah, karena terbentur berbagai kendala. Alternatif lain yang masih memungkinkan untuk mendongkrak produksi “si manis” ini adalah meningkatkan rendemen tebu. Untuk bisa meningkatkan rendemen diperlukan perbaikan tanaman tebu. Saat ini yang baru dikembangkan adalah tebu transgenik. Kementerian Pertanian mulai menanam bibit tebu transgenik pada 2012 setelah keluar Permentan 61/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan, dan Penarikan Varietas ditandatangani Menteri Pertanian pada 5 Oktober.

Selain bibit tebu transgenik, Kementan juga bakal melepas bibit jagung transgenik. Permentan 61/2011 memungkinkan pelaku usaha melepas produk pangan transgenik. Tak hanya pelaku usaha di dalam negeri, pelaku usaha asing pun boleh ikut menghasilkan bibit transgenik.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Haryono mengatakan Permentan itu mengandung percepatan prosedur izin dan uji yang lebih ringkas.
Apabila sebelumnya proses izin bertahap dimulai dari sisi lingkungan hidup lalu diikuti teknis pertanian, pada aturan ini kedua sisi itu dapat dikerjakan bersamaan. Di Permentan ini tidak ada hal yang baru. Yang baru adalah isinya yang mengandung semangat debottlenecking, mempercepat, dan mempermudah.

Menurut Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Jember yang mengkaji tentang tanaman tebu, Prof. Dr. Bambang Sugiharto mengatakan bahwa tebu transgenik yang telah ada berasal dari tebu komersial yang sudah banyak ditanam di sentra tebu. Dengan menggunakan metode transformasi genetik, tebu tersebut kemudian dimasukkan gen pembawa sifat yang diinginkan. Tebu transgenik yang telah dihasilkan adalah tebu varietas N114T yang toleran kekeringan dengan rendemen mencapai 7,54%.
Setelah diterima masyarakat, baru akan diluncurkan tebu transgenik rendemen tinggi. Kelebihan tebu transgenik toleran terhadap kekeringan ini, dapat bertahan tanpa pengairan selama tiga bulan. Tebu ini sudah mendapatkan sertifikat keamanan lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan sertifikat keamanan pangan dari Badan POM          ( Pengawasan Obat dan Makanan).